Setangkai Anggrek Putih: Novel Asimilasi Tionghoa - Pribumi
Jumat, 13 Oktober 2023 14:10 WIBSetangkai Anggrek Putih adalah novel yang berkisah tentang pernikahan antara perempuan Tionghoa dengan pemuda pribumi.
Judul: Setangkai Anggrek Putih
Penulis: Andy Wasis
Tahun Terbit: 1982
Penerbit: Balai Pustaka
Tebal: iv + 120
ISBN: 979-407-554-X
Heni tidak mempunyai cita-cita menikah dengan rumpun bangsanya. Dia ingin membuyarkan kecurigaan pribumi bahwa WNI keturunan Cina cuma pura-pura saja masuk warga negara. Dia ingin benar-benar berbaur menjadi satu bangsa yaitu Bangsa Indonesia (hal. 12).
Tema asimilasi memang menjadi tema yang dianjurkan sebagai tema penulisan novel di era Orde Baru. Ada banyak novel yang ditulis untuk mendukung upaya Orde Baru ‘menghilangkan’ identitas etnis Tionghoa melalui pernikahan dengan pribumi. Selain melalui pernikahan, akan lebih baik jika asimilasi itu sekaligus pengislaman.
Memang ada beberapa novel bertema asimilasi yang mempertanyakan kebijakan tersebut. Namun pada umumnya novel-novel yang mempertanyakan kebijakan asimilasi sangat sedikit jumlahnya; dan umumnya terbit setelah era Orde Baru. Novel berjudul Prosesi karya Zoya Herawati mungkin satu-satunya monel yang terbit di masa Orde Baru (1995) yang mempertanyakan kebijakan asimilasi.
“Setangkai Anggrek Putih” adalah salah satu novel yang bertemakan asimilasi. Novel yang ditulis oleh Andy Wasis ini menggarap kisah pernikahan seorang gadis Tionghoa dengan pribumi. Novel yang terbit tahun 1982 ini juga menceritakan bagaimana tokoh perempuan Tionghoanya secara suka rela memilih Islam sebagai agamanya.
Di bagian Pengantar, Balai Pustaka secara terang benderang menyebutkan bahwa tujuan diterbitkannya novel ini adalah untuk mendukung kebijakan Orde Baru tentang asimilasi/pembauran. “Bentuk isinya bertemakan masalah asimilasi/pembauran, yang kiranya dapat dijadikan semacam acuan atau sarana untuk membantu pemerintah dalam usaha merealisasikan maslaah tersebut di atas. Demikian Balai Pustaka menulis di bagian Pengantar.
Ringkasan ceritanya adalah sebagai berikut. Hen Nio alias Heni sedih karena ditinggal oleh orangtuanya yang memilih untuk pulang ke Taiwan. Heni yang sudah berkeputusan untuk menjadi warga negara Indonesia secara penuh, memilih untuk tidak ikut. Heni bekerja di Jakarta, di sebuah perusahaan yang dimiliki oleh seorang Tionghoa WNI yang baik hati. Seorang pengusaha yang tidak membedakan etnis karyawannya.
Heni tinggal bersama dengan Ida, seorang pramugari Garuda.
Heni yang sudah berniat untuk menikah dengan pribumi jatuh hati kepada Hasan, sepupu Ida, teman sekostnya. Saat itulah Heni mengucapkan kalimat sahadat supaya bisa seagama dengan Hasan. Heni juga berupaya menghindari Chow Han Liong yang dijodohkan oleh orangtuanya dengannya.
Sayang cinta Heni dikhianati oleh Hasan yang memilih untuk mengikuti perintah ayahnya menikah dengan gadis ningrat. Hasan adalah keturunan menak Sunda. Keluarganya menuntut Hasan untuk mempertahankan darah biru.
Heni yang patah hati bertemu dengan Syamsudin, seorang pilot kawan Ida. Hatinya yang belum sepenuhnya menerima Syamsudin harus terhalang dengan berita mamanya sakit di Taiwan. Heni harus terbang ke Taiwan untuk menjadi pendonor ginjal bagi mamanya.
Kisah berakhir bahagia karena Syamsudin dan orangtuanya menyusul ke Taiwan dan melamar Heni. Ayah Heni yang selama ini tidak mau menjadi orang Indonesia menerima lamaran Syamsudin.
Dari segi tema cerita, novel ini tidak istimewa. Kisahnya mirip-mirip dengan novel-novel asimilasi lainnya. Seorang gadis Tionghoa, berpacaran dengan pemuda pribumi dan mengalami penolakan dari keluarga si gadis dan juga si pemuda. Setelah mengalami berbagai rintangan, mereka akhirnya menikah dan menjadi pasangan yang bahagia.
Hal yang menjadi pembeda di novel ini adalah adanya pengkhianatan cinta dari pihak sang pemuda. Hasan memutuskan cintanya karena Hasan memilih menikah dengan gadis yang sama-sama memiliki darah biru Sunda. Heni menikah dengan Syamsudin, seorang pilot asal Lampung.
Pilihan Heni kepada Syamsudin cukup menarik. Sebab pada saat ia ditinggalkan oleh Hasan, ia bisa saja kembali membuka hati untuk Han Liong. Namun pilihan ini tidak diambilnya. Andy Wasis ingin menunjukkan bahwa Heni memang sudah bulat tekadnya untuk menyatu menjadi Bangsa Indonesia.
Sayang sekali di bagian akhir ini Andy Wasis kurang bisa menampilkan ketegangan. Tokoh papa terlalu mudah menerima pinangan Syamsudi. Padahal di bagian depan novel, tokoh papa marah luar biasa saat ada lelaki teman SMA Heni berkunjung ke rumah. Papa Heni menyebut orang pribumi sebagai fan kui (setan melayu). Sebutan ini menunjukkan betapa bencinya sang papa kepada pribumi. Andy Wasis tidak mengolah perubahan sikap sang papa dari seseorang yang antipasti dengan pribumi tiba-tiba mau menerima pinangan Syamsudin kepada Heni. 787
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Merah Putih Golek Kencana - Peran Orang Tionghoa di Masa Perjuangan Kemerdekaan
Rabu, 17 Januari 2024 12:48 WIBAssalamualaikum Beijing - Ketika Cina bertemu dengan Islam dalam Cinta
Minggu, 14 Januari 2024 16:17 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler